KONSEP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR TRANPORTASI KAWASAN PERBATASAN DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN MENGACU PADA KEBIJAKAN MP3EI 1
Main Article Content
Abstract
Data menunjukkan bahwa pergerakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir (tahun 2008-2012) berturut-turut: 5,3%; 5,4%; 6,9%; 6,5%; dan 6,4% relatif stabil di kisaran angka 5-6% namun ada kecenderungan menurun. Penurunan ini selain karena pengaruh krisis di Amerika, Eropa dan Timur Tengah, juga akibat RPJMN maupun RPJPN yang belum diimplementasikan secara baik. Menyadari hal ini, Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011-2025, untuk mempercepat capaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran angka 8-10% per tahun. Dokumen ini harus dipahami oleh 3 pilar pelaku MP3EI (pemerintah dan pemerintah daerah, pelaku bisnis, dan akademisi) sebagai dokumen kerja yang komplemen dari dokumen RPJPN Tahun 2005-2025.
Dalam penerapannya, kebijakan MP3EI nampaknya akan dihadapkan pada lima tantangan kebijakan lainnya yakni Otonomi Daerah, Sistem Transportasi Wilayah Kawasan, RTRWN dan Sistranas, RTRW Propinsi/Kabupaten/Kota, serta Pengembangan Sarana dan Prasarana Multimoda (infrastruktur transportasi). Makalah ini hanya akan membahas secara konsep pengembangan infrasruktur transportasi di Propinsi NTT. Permasalahan yang akan dibahas adalah sejauhmana kebutuhan pengembangan jaringan jalan di NTT, didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan, khususnya aspek aksesibilitas dan mobilitas.
Hasil analisa menunjukkan bahwa indeks aksesibilitas maupun indeks mobilitas jaringan jalan eksisting untuk seluruh Kabupaten/Kota di NTT telah mencukupi nilai minimum yang ditetapkan dalam SPM jalan, namun belum terhubungkan antara satu wilayah dengan wilayah lainnnya. Selain itu, pada dasarnya PDRB perkapita di Propinsi NTT masih cukup rendah yakni hanya sekitar 35% dibandingkan dengan kondisi di Indonesia. Hal ini mengingat jaringan jalan tidak terhubung antar satu wilayah dengan wilayah lain akibat hambatan geografis (kepulauan). Perlu adanya pengembangan sarana dan prasarana multimoda sesuai kondisi geografis NTT sebagai wilayah kepulauan. Khusus untuk daerah perbatasan, maka perlu dipertimbangkan untuk pengembangan kawasan di Morotaing, Apui, Wini, Oelolok dan Betun sebagai kota dengan Hirarki/Jenjang III.